Minggu, 21 Juni 2015

MAKALAH MANAJEMEN LOGISTIK “PENGADAAN DAN SISTEM LOGISTIK”


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Tujuan utama dari manajemen logistik adalah mengembangkan operasi yang terpadu. Manajemen kegiatan logistik individual seringkali di bawah perngarahan dan pengawasan dari berbagai departemen dalam suatu perusahaan. Bila dilihat dari siklus fungsi-fungsi logistik maka tahap pertama fungsi logistik adalah rencana kebutuhan logistik. Tahap berikutnya yakni tahap kedua adalah semua kegiatan menyediakan barang-barang logistik untuk menunjang pelaksanaan tugas seluruh organisasi. Pelaksanaan suatu rencana logistik yang telah direvisi itu biasanya menyangkut modifikasi prosedur operating atau perubahan besar dalam jaringan kerja sistem yang ada. Bergantung pada situasi perencanaannya, banyak sekali pengumpulan dan analisa data yang mungkin diperlukan untuk menyelesaikan suatu rencana.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, penulis mengajukan rumusannya masalah secara singkat sebagai berikut:
1.      Apakah yang dimaksud dengan pengadaan logistik?
2.      Bagaimana cara pengadaan logistik?
3.      Bagaimana sistem pengadaan logistik?

C.    Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat diketahui tujuan dari pembuatan makalah, yaitu :
1.      Mengetahui pengertian pengadaan logistik.
2.      Mengetahui cara pengadaan logistik.
3.      Mengetahui sistem dari pengadaan logistik.


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian dan Cara Pengadaan Logistik
Pengertian pengadaan dalam buku manajemen logistik ialah segala kegiatan usaha untuk menambah dan memenuhi kebutuhan barang dan jasa berdasarkan peraturan yang berlaku dengan menciptakan sesuatu yang tadinya belum ada menjadi ada. Pengadaan dapa mempengaruhi keseluruhan proses arus barang karena merupakan bagian penting dalam proses tersebut, karena itu pengadaan harus dianggap sebagai fungsi yang strategis dalam manajemen logistik, dimana dalam pelaksanaan pengadaan ini harus tersedia dalam jumlah yang cukup, pada waktu yang tepat dan harus diganti dengan cara berkesinambungan dan teratur. Dengan pelaksanaannya yang diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Pengadaan barang dalam sehari-hari disebut juga pembelian dan merupakan titik awal pengendalian persediaan jika titik awal ini sudah tidak tepat, maka pengendalian akan sulit dikontrol. Pengadaan tidak selalu harus dilaksanakan dengan pembelian, tetapi didasarkan atas pilihan berbagai alternatif dengan berpedoman pada prinsip alternatif mana yang paling praktis, efisien dan efektif. Pengadaan logistik dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain :
1.      Pembelian melalui pelanggan terbuka.
2.      Pembelian melalui pelanggan terbatas.
3.      Pembelian dengan pertunjukan langsung.
Proses pengadaan peralatan dan perlengkapan pada umumnya dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut :
·         Perencanaan dan penentuan kebutuhan
·         Penyusunan dokumen tender
·         Pengiklanan atau penyampaian dengan lelang
·         Pemasukan dan pembukuan penawaran
·         Evaluasi penawaran
·         Pengusulan dan penentuan pemenang
·         Pengaturan kontrak



Dalam pembelian harus dipertimbangkan beberapa faktor, antara lain :
Ø  Harga yang kompetitif
Ø  Pelayanan yang cepat
Ø  Pemberian kredit yang menguntungkan dengan tingkat harga yang kompetitif
Pengadaan logistik meliputi semua barang-barang suatu organisasi dan itu mencakup barang-barang bergerak terdiri barang-barang habis pakai dan barang-barang tidak habis pakai. Barang habis pakai misalnya kertas, tinta dan lain-lain. Sedangkan barang tidak habis pakai bergerak meliputi tanah dan gedung.

B.      Sistem Pengadaan Logistik
Prespektif yang tepat untuk memulai meninjau kegiatan logistik adalah dengan mendapatkan pengertian tentang kekuatan-kekuatan intern dan ekstern yang mempengaruhi disain dari sistem logistik suatu perusahaan. Sebagaimana halnya operasi dan koordinasi logistik itu harus terpadu, maka keempat bidang sistem operating sistem ini pun harus pula berfungsi sebagai suatu totalitas..
Kekuatan-kekuatan luar dari perusahaan adalah kekuatan bisnis lingkungan yang membatasi fleksibilitas disain perusahaan itu. Secara bersama-sama kekuatan-kekuatan ini merupakan suatu lingkungan ekologis bagi perusahaan, meliputi struktur industri, perbedaan pasar pemerintah dan peraturan hukum, jaringan kerja industri, keadaan perekonomian dan gabungan saluran transaksi.
Jika suatu perusahaan mau bertahan hidup, maka seluruh sistemnya haruslah berfungsi sebagai totalitas. Dilihat secara sendiri-sendiri, masing-masing sistem ini atau setiap pusat kegiatannya tidak banyak manfaatnya. Apabila suatu bagian tertentu memberikan sumbangan kepada total usaha, maka bagian tersebut mamperoleh manfaat ekonomis.
Di dalam perusahaan, sistem logistik itu sangat perlu bagi terlaksananya transaksi. Perusahaan yang menikmati efisiensi logistik akan memperoleh keuntungan dalam biaya dan jasa-jasa yang sulit diganti. Perusahaan yang telah memiliki jaringan fasilitas terpadu, kemampuan transportasi, komunikasi dan penanganan yang selaras dengan usaha-usaha keuangan.
Keseimbangan dalam sistem logistik dan keseimbangannya dengan bagian-bagian lain dari perusahaan adalah perlu selalu disesuaikan. Dalam jangka panjang, berbagai perobahan ekonomi dan institusional dapat membuang sistem yang ada itu tidak memadai lagi. Kekurangan itu dapat meningkatkan biaya atau kerugian keuntungan kompetitif dari perusahaan-perusahaan saingan.
Ada 5 komponen yang bergabung untuk membentuk sistem logistik, yaitu :
1.      Struktur Lokasi Fasilitas
Jaringan fasilitas yang dipilih oleh suatu perusahaan adalah fundamental. Jumlah, besar dan pengaturan geografis dari fasilitas yang dioperasikan mempunyai hubungan langsung dengan kemampuan pelayanan terhadap nasabah perusahaan dan terhadap biaya logistiknya. Jaringan fasilitas suatu perusahaan merupakan serangkaian lokasi ke mana dan melalui mana meterial dan produk-produk diangkut, untuk tujuan perenacanaan, fasilitas-fasilitas tersebut meliputi pabrik, gudang dan toko. Seleksi serangkaian lokasi yang unggul dapat memberikan banyak keuntungan yang kompetitif.
2.      Transportasi
Peusahaan mempunyai 3 alternatif untuk menetapkan kemampuan transportasinya. Pertama, armada peralatan swasta dapat dibeli dan disewa. Kedua, kontrak khusu dapat diatur dengan spesialis transport untuk mendapatkan jasa pengangkutan. Ketiga, suatu perusahaan dapat memperoleh jasa dari suatu perusahaan transport berijin.
3.      Pengadaan Persediaan
Kebutuhan akan transport di antara berbagai fasilitas itu didasarkan atas kebijaksanaan persediaan yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan. Secara teoritis suatu perusahaan dapat saja mengadakan persediaan setiap barang yang ada dalam persediaannya. Tujuan dari integrasi persediaan ke dalam sistem logistik adalah untuk mempertahankan jumlah item yang serendah mungkin yang sesuai dengan sasaran pelayanan untuk nasabah.
4.      Komunikasi
Komunikasi adalah kegiatan yang seringkali diabaikan dalam sistem logistik. Kekurangan dalam mutu informasi dapat menimbulkan banyak sekali masalah. Kekurangan tersebut dapat digolongkan kedalam dua kategori besar. Pertama, informasi yang diterima mungkin tidak benar. Kedua, informasi mungkin kurang akurat dalam hal kebutuhan suatu nasabah tertentu.
5.      Penanganan dan Penyimpanan
Penanganan dan penyimpanan menembus sistem ini dan langsung berhubungan dengan semua aspek operasi. Ia menyangkut arus persediaan melalui dan di antara fasilitas-fasilitas dengan arus tersebut yang hanya bergerak untuk menanggapi kebutuhan akan suatu produk atau material.

C.     Sistem Logistik Yang Lazim
Ada 3 pola yang menonjol yang banyak dipakai untuk operasi logistik, yaitu :
1.      Sistem Eselon
Istilah ini mengandung arti bahwa arus produksi atau material itu berlangsung melalui serangkaian lokasi yang berurutan sejak ia bergerak dari tempat awal ke tujuan akhir. Sistem Eselon menggunakan gudang-gudang dengan tujuan untuk emnggabungkan beraneka ragam produk ke dalam suatu pengiriman tunggal yang besar jumlahnya. Situasi eselon ini mengutamakan penggudangan dengan maksud memperoleh keuntungan dari volume besar di samping menyediakan jenis produk yang lengkap.
2.      Sistem Langsung
Bertolak belakang dengan pola eselon adalah sistem yang beroperasi langsung dari salah satu atau sejumlah pusat penumpukan persediaan. Perusahaan yang menjalankan distribusi mendapatkan bahwa usaha pemasaran mereka paling baik ditunjang oleh suatu perusahaan sentral.
3.      Sistem Fleksibel
Sistem logistik yang paling lazim adalah sistem yang mengkombinasikan prinsip-prinsip eselon dengan prinsip-prinsip sistem langsung menjadi satu pola operasi yang fleksibel, sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya. Selektivitas persediaan didorong adanya dalam desain sistem logistik.
Masing-masing perusahaan menghadapi masalah pemasaran yang berlainan, dan memakai kebijaksanaan logistik yang fleksibel yang berbeda-beda pula dalam hal penggudangan. Perusahaan ini harus mempelajari kebutuhan-kebutuhan logistiknya sendiri untuk menentukan pola yang paling baik bagi kebutuhan pelayanannya dengan total biasya yang terendah.  










BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Proses logistik pada dasarnya diarahkan untuk mengoptimalkan faktor produksi, yaitu untuk melakukan optimasi terhadap biaya, waktu dan kualitas. Oleh karena itu penentuan lokasi sangat mempengaruhi logistik. Lokasi dipengaruhi oleh:
ü    Biaya produksi, terutama dalam kaitannya ketersediaan tenaga kerja, upah buruh, bahan bakar, dan daerah produksi.
ü    Biaya pergudangan dan lokasi penempatan gudang
ü    Biaya untuk melakukan dekonsolidasi.
ü    Faktor kualitas dari produksi, dekonsolidasi dan transportasi
ü    Peluang untuk menggunakan berbagai moda transportasi termasuk biaya dan waktu yang diperlukan.
Logistik pada gilirannya ditentukan oleh lokasi yang tepat untuk menghantarkan kebutuhan barang kepada konsumen pada harga yang murah, waktu yang tepat dan kualitas yang baik.
Dengan penegelolaan manajemen logistic dan penelolaan manajemen persediaan yang baik maka tujuan perusahaan bisa tercapai dengan cepat dan tepat. Untuk itu berbagai tantangan harus benar-benar bisa ditangani oleh suatu perusahaan. Kegiatan ini harus didukung dengan pelayanan yang baik dan bisa memberikan kepuasan pelanggan agar setiap produk yang dihasilkan bisa memberikan manfaat yang tepat kepada pelanggan.

B.     Saran
Setiap perusahaan pasti mempunyai tujuan yang sama yaitu bagaimana mendapatkan keuntungan yang tinggi dan membuat setiap pelanggan merasa puas terhadap setiap produknya. Maka dari itu untuk mencapai tujuan itu diperlukan planning yang matang baik itu bagaimana mengelola SDA,SDM,manajemen logistic,manajemen persediaan dan pelayanan pelanggannya,maupun structure organisasinya. Semua aspek itu harus bisa dijalankan dengan prosedur yang sudah diterapkan sebagai strategi suatu perusahaan itu. Sehingga apa yang menjadi tujuan utama sebuah perusahaan bisa tercapai dengan baik.



DAFTAR PUSTAKA



MAKALAH KOMPETENSI PEGAWAI “ MENGEMBANGKAN PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK PEGAWAI”


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Ketika kinerja pegawai mulai menurun,atau pegawai tidak lagi dapat memenuhi harapan stakeholders, maka sudah saatnya bagi manajemen memikirkan bagaimana mengatasi permasalahan tersebut. Menurunnya kinerja pegawai secara keseluruhan dapat dikarenakan berkurangnya kuantitas pegawai, menurunnya motivasi pegawai atau karena kurang atau tidak kompetennya pegawai itu sendiri. Bila penyebab utama penurunan kinerja tersebut karena kurang atau tidak kompetensinya pegawai, maka solusi terbaiknya adalah ‘pendidikan/pelatihan’. Namun pertanyaannya, pelatihan seperti apa yang dapat meningkatkan kinerja para pegawai tersebut?
Banyak jenis dan pendekatan pelatihan yang dapat dipilih perusahaan/organisasi untuk meningkatkan kinerja perusahaan/organisasi tersebut, salah satunya adalah pelatihan berbasis kompetensi. Dengan pelatihan berbasis kompetensi, organisasi akan mendapatkan pegawai yang lebih produktif, kreatif dan memiliki motivasi yang tinggi. Di sisi lain organisasi juga dapat melakukan efisiensi biaya dengan membuat prioritas pengeluaran dana untuk mencapai hasil yang optimal. Artikel ini akan membahas tentang pelatihan berbasis kompetensi, manfaat pelatihan tersebut bagi individu pegawai maupun organisasi, serta bagaimana mengembangkan pelatihan tersebut.

1.2     Rumusan Masalah
            Adapun rumusan masalah dalam laporan ini, yaitu : Kenapa kita perlu melaksanakan pelatihan berbasis kompetensi? ”










BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI
a.      Pengertian pelatihan berbasis kompetensi
Untuk memahami pengertian Pelatihan Berbasis kompetensi terlebih dahulu kita perlu memahami kata ‘kompetensi’ itu sendiri. Menurut Maliki (2013), kompetensi diartikan sebagai seperangkat pengetahuan (knowledge), keahlian (skill), behaviorsattitutes dan karakteristik-karakteristik yang dapat membedakan antara satu orang dengan orang yang lain. Kompetensi dapat dibagi tiga, yaitu kompetensi fungsional (functional competencies), kompetensi personal (personal competencies), dan kompetensi bisnis (business competencies).
Kompetensi fungsional berhubungan dengan pengetahuan dan keahlian teknis yang dibutuhkan oleh profesi atau bidang tertentu, misalnya prinsip-prinsip akuntansi yang dibutuhkan oleh profesi akuntan. Kompetensi personal adalah prilaku dan keahlian individu yang diperlukan untuk menangani pekerjaan profesi seperti komunikasi. Kompetensi bisnis berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk melihat isu-isu atau situasi-situasi dari persepektif bisnis seperti cara berpikir kritis dan strategis.
Untuk suatu pekerjaan, kita bisa mengidentifikasi kompetensi-kompetensi fungsional, personal, dan bisnis yang dibutuhkan untuk kinerja yang lebih baik. Sekali kita dapat mengidentifikasi, maka kompetensi-kompetensi tersebut dapat digunakan untuk menyeleksi atau pengembangan pegawai. Seperti halnya interviu berbasis kinerja yang dapat mengidentifikasi kandidat pegawai yang berkualifikasi, pelatihan berbasis kompetensi juga dapat memberikan keyakinan bahwa pengembangan pegawai yang telah dilakukan dapat secara langsung meningkatkan kinerja pegawai.
Sistem Pelatihan berbasis kompetensi merupakan suatu pendekatan pelatihan yang diarahkan kepada hasil yang spesifik dan terukur bagi pembelajar yang dilandasi oleh deskripsi spesifik tentang performa kerja sesungguhnya. Sistem pelatihan tersebut tidak hanya mengajarkan sesuatu tentang materi-materi pelatihan yang terkait dengan kinerja suatu pekerjaan, akan tetapi juga bagaimana mengidentifikasi level kompetensi yang dibutuhkan untuk level kinerja yang berbeda dalam suatu fungsi tertentu. Sebagai contoh, system pelatihan berbasis kinerja untuk bank yang besar harus dapat membedakan kompetensi-kompetensi yang diperlukan untuk teller dan manajer kredit.
Dengan melihat kompetensi yang diperlukan untuk level jabatan yang berbeda kita dapat memberikan pilihan kepada para pegawai untuk menentukan tujuan pengembangan profesi yang mereka inginkan. Sebagai contoh, seorang teller yang tujuan karirnya ingin menjadi manajer cabang akan berusaha mengembangkan kompetensinya yang dibutuhkan untuk jabatan tersebut.
Yang lebih penting lagi, pelatihan berbasis kompetensi akan lebih memberikan banyak praktik dari pada teori, sehingga para peserta diklat akan menjadi terampil dan mahir menguasai bidang yang dipilihnya (Witoyo, 2008) dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan di mana mereka bekerja dan juga sesuai dengan tuntutan standard yang berlaku untuk jabatan yang ditempatinya.

b.      Kenapa Kita Butuh Pelatihan Berbasis Kompetensi?
Maliki (2013) menyatakan bahwa kebutuhan akan pelatihan berbasis kompetensi bagi pegawai dikarenakan alasan-alasan sebagai berikut:
1.      Kebutuhan atau tuntutan bisnis, misalnya untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, meningkatkan kualitas produk, memperluas pemasaran, dan sebagainya.
2.      Untuk meningkatkan atau mengubah kinerja pegawai, seperti meningkatkan pemahaman pegawai akan proses bisnis yang ada di perusahaan/organisasi.
3.      Untuk memperoleh pengetahuan atau keterampilan (skill) yang baru.
4.      Menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di lingkungan bisnis.

c.       Manfaat Pelatihan Berbasis Kompetensi
Pelatihan Berbasis Kompetensi sangat bermanfaat tidak hanya bagi organisasi, tetapi juga bagi pegawai itu sendiri. Bagi organisasi pelatihan berbasis kompetensi memberikan keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
1.      mengembangkan pegawai lebih efisien dan, efektif, serta dapat meningkatkan produktivitas.
2.      memperoleh tingkat kompetensi pegawai yang lebih tinggi dengan cara yang lebih efisien.
3.      mengurangi biaya operasi yang tidak semestinya yang diakibatkan kinerja buruk atau komunikasi yang salah dalam suatu pekerjaan.
4.      meningkatkan komunikasi antara pegawai dan manajemen.
5.      meningkatkan mobilitas pegawai dan membuat organisasi dapat memperbesar dan memfleksibelkan kegiatannya.
6.      menetapkan standard kerja untuk menilai kinerja pegawai.
7.      merencanakan pengembangan dan promosi pegawai dengan baik, dan sebagainya.
Di sisi lain bagi pegawai pelatihan berbasis kinerja akan memberi manfaat sebagai berikut:
1.      dapat membuat keputusan yang lebih baik dan bekerja lebih efektif.
2.      memperoleh gambaran menyeluruh tentang strategi tim, departemen atau organisasi, dan oleh karenanya akan meningkatkan motivasi pegawai.
3.      dapat menjadi lebih proaktif dalam menjalankan perannya dengan mempelajari kompetensi tambahan yang memberi nilai tambah bagi dirinya dan organisasi.
4.      memperoleh arahan yang jelas bagaimana mempelajari suatu keahlian untuk pekerjaan baru.
5.      meningkatkan kepuasan pegawai, dan sebagainya.

2.2 MENGEMBANGKAN PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI
Untuk mengembangkan pelatihan berbasis kompetensi kita perlu melakukan analisis keahlian-keahlian (skills) yang dibutuhkan oleh suatu jabatan. Untuk ini kita harus melihat setiap uraian tugas di dalam organisasi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
1.      Pengetahuan dan keahlian apa yang dibutuhkan untuk melaksanakan jabatan tersebut?
2.      Level kompetensi apa yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas pada jabatan tersebut?
Sekali kompetensi-kompetensi yang diperlukan telah dapat didefinisikan dengan baik, maka pelatihan dapat diorganisir guna memenuhi kinerja disegala level jabatan, dari level yang baru masuk (level terendah) hingga level manajemen yang lebih tinggi. Berikut tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dalam merancang pengembangan pelatihan berbasis kompetensi.

a. Menilai kompetensi pegawai
Sekali organisasi telah berhasil mendifinisikan kompetensi yang diperlukan untuk suatu pekerjaan atau jabatan tertentu, sangat mungkin bagi pegawai itu sendiri dan pihak lain yang terkait untuk menilai apakah kompetensi pegawai telah sesuai dengan kebutuhan organisasi, baik kebutuhan masa kini maupun masa yang akan datang. Penilaian kompetensi pegawai ini dapat dilakukan dengan cara-cara berikut:
1)      Penilaian sendiri (Self-assessment)
Dengan metode penilaian sendiri, dibutuhkan adanya indikator-indikator prilaku yang dapat digunakan sebagai standar untuk menilai performance tingkat kompetensi atau penguasaan untuk jabatan atau fungsi tertentu. Di sini penilaian performance menggunakan tingkat sekala yang umum seperti skala lima level atau sekala mulai dari tidak pernah hingga selalu. Hasil penilaian tersebut akan dikompilasi dan dibuatkan laporannya, di mana laporan tersebut memuat hasil-hasil penilaian semua kompetensi, menjelaskan kekuatan-kekuatan yang dimiliki pegawai dan juga kompetensi-kompetensi pegawai yang kiranya memerlukan peningkatan. Informasi yang ada dalam laporan ini selanjutnya akan digunakan untuk pertimbangan pengembangan rencana pelatihan pegawai.
2)      Penilaian berbagai sumber / 360 derajat
Cara multi-source atau umpan balik 360 derajat hampir mirip dengan self-assessment process kecuali jumlah penilai (evaluator), di mana metode ini memerlukan lebih dari satu penilai. Cara ini paling tidak memasukkan unsur penilaian pegawai sejawat dan atasan mereka, dan dapat juga dimasukkan penilaian dari pihak-pihak kepada siapa pegawai berinteraksi (anggota tim, klien, dan sebagainya).
3)      Penilaian melalui metode lainnya
Penilaian kompetensi dapat dilakukan melalui berbagai metode, termasuk metode-metode yang biasanya digunakan pada proses seleksi seperti: interviu prilaku berbasis kompetensi (competency-based behavioural interviews), in-baskets, role-plays and simulations, track record / portfolio reviews,dan sebagainya. Selain itu, penilaian formal sering dimasukkan sebagai komponen program pengembangan pegawai yang bertujuan menilai keahlian atau kompetensi dasar yang dimiliki pegawai yang akan mengikuti program diklat, progres selama mengikuti diklat atau tingkat kesuksesan mereka diakhir program diklat.

b. Perencanaan pelatihan untuk individu pegawai
Organisasi perlu mendukung para pegawainya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka dengan cara menyediakan sumber-sumber pembelajaran seperti: katalog-katalog untuk belajar yang disusun berdasarkan kompetensi. Selain itu juga disediakan berbagai pilihan jenis pembelajaran seperti: on-the-job assignments / activities, books and written reference material, courses / workshops / conferences, videos / DVDs; e-learning; dan sebagainya. Manakala hal tersebut belum memadai, maka dapat dilakukan dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan.
Dalam membuat perencanaan pelatihan, pertama yang harus dilakukan organisasi adalah memahami terlebih dahulu kekuatan-keuatan dan kelemahan pegawai serta area-area apa yang akan dikembangkan organisasi. Dengan dipahaminya kondisi pegawai dan kebutuhan akan kompetensi yang dibutuhkan sebagai konsekuensi pengembangan area-area di dalam organisasi, maka akan memudahkan organisasi untuk membuat perencanaan pelatihan pegawai sesuai dengan kebutuhan organisasi. Oleh karena itu organisasi perlu membuat laporan keseluruhan tentang gap kompetensi.
Dalam laporan tersebut, gap kompetensi yang disyaratkan bagi individu-individu akan digabungkan, sehingga akan diketahui gap secara keseluruhan (gap organisasi). Selanjutnya, atas dasar laporan tersebut diambil suatu keputusan untuk menutup gap organisasi, tentunya dengan memperhatikan juga efisiensi dan efektifitas biaya yang dikeluarkan, misalnya mungkin lebih baik mengadakan in-house training dari pada training atau konferensi yang diselenggarakan pihak ke tiga, bila pegawai yang dikirim cukup banyak. Dengan demikian biaya yang akan dikeluarkan dapat lebih sedikit, akan tetapi hasilnya bisa maksimal.
Langkah selanjutnya adalah merancang kurikulum dan program-program pengembangan untuk memenuhi persyaratan kompetensi tersebut. Sebagai tambahan, kurikulum dapat dikembangkan dalam bentuk modul-modul berdasarkan kompetensi, sehingga membuat organisasi dengan cepat mengatur program belajar yang akan dirancang secara khusus untuk menutup gap-gap organisasi
.
c. Melaksanakan pengembangan berbasis kompetensi
Organisasi umumnya melaksanakan program-program pengembangan pegawai berbasis kompetensi secara komprehensif pada area-area yang sangat yang memerlukan perbaikan. Namun demikian cara pelaksanaan program pengembangan bisa berbeda-beda melalui kegiatan atau aktivitas yang dapat pengembangan keahlian dan kompetensi pegawai. Kegiatan atau aktivitas tersebut antara lain adalah:
·         membuat kegiatan-kegiatan belajar di dalam kelas secara formal (off the job training);
·         memberi tugas-tugas pekerjaan yang di-coaching oleh atasannya atau seniornya (on the job training); atau
·         belajar sendiri dari sumber-sumber pembelajaran yang tersedia di organisasi.
Agar program tersebut sukses, maka perlu adanya mekanisme penilaian secara formal untuk mengevaluasi progres pengembangan pegawai. Selain itu perlu juga dilakukan kegiatan akreditasi atau sertifikasi pegawai yang menyatakan sejauh mana mereka telah memiliki kompetensi dan pengetahuan yang diperlukan organisasi. Selanjutnya, bila standar-standar kinerja tertentu telah dicapai oleh pegawai yang bersangkutan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi, maka pegawai tersebut akan dipromosikan ke jabatan tersebut.

d. Evaluasi pelatihan
Setelah pelatihan dilaksanakan, maka untuk menilai efektifitasnya perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi bisa dilakukan pada saat diklat atau evaluasi paska diklat (setelah peserta diklat bertugas pada level jabatan yang telah ditentukan). Evaluasi pelatihan dilakukan dengan membandingkan hasil-hasil sesudah pelatihan dengan kriteria yang diharapkan oleh manajemen. Dalam hal pelatihan yang bersifat pengembangan, diperlukan evaluasi tentang perubahan sikap dan perilaku peserta di bidang pekerjaan yang nantinya bisa di uji melalui wawancara atau unjuk kinerja. Dengan cara seperti ini, organisasi dapat menentukan apakah usaha yang telah dilakukan untuk pengembangan pegawai hasilnya telah sesuai dengan yang diharapkan (perubahan-perubahan yang telah dilakukan dapat memenuhi gap kinerja perusahaan).
Akhirnya, pelatihan berbasis kompetensi yang sukses paling tidak akan menghasilkan hal-hal berikut:
·         meningkatkan produksi;
·         mengurangi kesalahan dan kecelakaan;
·         mengurangi perputaran pekerja;
·         menurunkan pengawasan;
·         mempunyai kemampuan menggunakan kapabilitas baru; dan
·         terjadi perubahan sikap dan perilaku menjadi lebih baik.
Bila hasil yang telah diharapkan dapat dicapai melalui pelatihan ini, maka organisasi dapat menggunakan kompetensi-kompetensi yang telah diidentifikasi tersebut sebagai standar atau kriteria untuk menentukan program pengembangan pegawai selanjutnya.












BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Sistem Pelatihan berbasis kompetensi merupakan suatu pendekatan pelatihan yang diarahkan kepada hasil yang spesifik dan terukur bagi peserta diklat. Sistem pelatihan ini mengajarkan tidak hanya tentang materi-materi pelatihan yang terkait dengan kinerja suatu pekerjaan, akan tetapi juga bagaimana mengidentifikasi tingkat kompetensi yang dibutuhkan untuk level jabatan tertentu. Yang lebih penting, pelatihan berbasis kompetensi akan lebih memberikan banyak praktik dari pada teori, sehingga para peserta diklat akan menjadi terampil dan mahir menguasai bidang yang dipilihnya.
Sistem Pelatihan Berbasis Kompetensi sangat bermanfaat tidak hanya bagi organisasi, tetapi juga bagi pegawai itu sendiri. Bagi organisasi system pelatihan ini dapat meningkatkan kinerja organisasi, sedangkan bagi pegawai dapat meningkatkan motivasi untuk berkarir lebih tinggi. Oleh karena itu model diklat seperti ini perlu diadopsi oleh organisasi manapun, terutama yang berorientasi bisnis. Untuk mengembangkan pelatihan berbasis kompetensi kita perlu melakukan analisis keahlian-keahlian (skills) yang dibutuhkan oleh suatu jabatan. Dengan demikian kita dapat menentukan pengetahuan dan keahlian serta level kompetensi yang harus diberikan kepada para peserta agar mereka dapat melaksanakan tugas-tugas sesuai jabatan yang mereka duduki.
Tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dalam merancang pengembangkan pelatihan berbasis kompetensi meliputi: 1). Perencanaan pelatihan untuk individu pegawai; 2). Menilai kompetensi pegawai; 3). Melaksanakan pelatihan berbasis kinerja; 4). Evaluasi dan validasi pelatihan.
Pelatihan berbasis kompetensi yang sukses paling tidak akan meningkatkan produksi, mengurangi kesalahan dan kecelakaan, mengurangi perputaran pekerja, menurunkan pengawasan, mempunyai kemampuan menggunakan kapabilitas baru, dan terjadi perubahan sikap dan perilaku menjadi lebih baik.






DAFTAR PUSTAKA

Maliki, M.A. (2013), Diklat Berbasis Kompetensi, http://www.slideshare.net/malikiesa/diklat-berbasis-kompetensi, didownload tanggal 2/12/2014.

Setiawan, Budi (2010), Teknik penyusunan Model Kompetensi, http://www.slideshare.net-/dash_cons/Teknik-penusunan-kompetensi?related=3, didownload tanggal 2/12/2014.

Siregar D (2008), Membangun Kompetensi, http://www.slideshare.net/malikiesa/diklat-berbasis-kompetensi, didownload tanggal 2/12/2014.

Witoyo, Bowo (2008), Proses Pelatihan Berbasis Kompetensi, http://www.slideshare.net-/bowo70/prose-pelatihan-berbasis-kompetensi, didownload tanggal 2/12/2014.