Minggu, 21 Juni 2015

MAKALAH KOMPETENSI PEGAWAI “ MENGEMBANGKAN PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK PEGAWAI”


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Ketika kinerja pegawai mulai menurun,atau pegawai tidak lagi dapat memenuhi harapan stakeholders, maka sudah saatnya bagi manajemen memikirkan bagaimana mengatasi permasalahan tersebut. Menurunnya kinerja pegawai secara keseluruhan dapat dikarenakan berkurangnya kuantitas pegawai, menurunnya motivasi pegawai atau karena kurang atau tidak kompetennya pegawai itu sendiri. Bila penyebab utama penurunan kinerja tersebut karena kurang atau tidak kompetensinya pegawai, maka solusi terbaiknya adalah ‘pendidikan/pelatihan’. Namun pertanyaannya, pelatihan seperti apa yang dapat meningkatkan kinerja para pegawai tersebut?
Banyak jenis dan pendekatan pelatihan yang dapat dipilih perusahaan/organisasi untuk meningkatkan kinerja perusahaan/organisasi tersebut, salah satunya adalah pelatihan berbasis kompetensi. Dengan pelatihan berbasis kompetensi, organisasi akan mendapatkan pegawai yang lebih produktif, kreatif dan memiliki motivasi yang tinggi. Di sisi lain organisasi juga dapat melakukan efisiensi biaya dengan membuat prioritas pengeluaran dana untuk mencapai hasil yang optimal. Artikel ini akan membahas tentang pelatihan berbasis kompetensi, manfaat pelatihan tersebut bagi individu pegawai maupun organisasi, serta bagaimana mengembangkan pelatihan tersebut.

1.2     Rumusan Masalah
            Adapun rumusan masalah dalam laporan ini, yaitu : Kenapa kita perlu melaksanakan pelatihan berbasis kompetensi? ”










BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI
a.      Pengertian pelatihan berbasis kompetensi
Untuk memahami pengertian Pelatihan Berbasis kompetensi terlebih dahulu kita perlu memahami kata ‘kompetensi’ itu sendiri. Menurut Maliki (2013), kompetensi diartikan sebagai seperangkat pengetahuan (knowledge), keahlian (skill), behaviorsattitutes dan karakteristik-karakteristik yang dapat membedakan antara satu orang dengan orang yang lain. Kompetensi dapat dibagi tiga, yaitu kompetensi fungsional (functional competencies), kompetensi personal (personal competencies), dan kompetensi bisnis (business competencies).
Kompetensi fungsional berhubungan dengan pengetahuan dan keahlian teknis yang dibutuhkan oleh profesi atau bidang tertentu, misalnya prinsip-prinsip akuntansi yang dibutuhkan oleh profesi akuntan. Kompetensi personal adalah prilaku dan keahlian individu yang diperlukan untuk menangani pekerjaan profesi seperti komunikasi. Kompetensi bisnis berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk melihat isu-isu atau situasi-situasi dari persepektif bisnis seperti cara berpikir kritis dan strategis.
Untuk suatu pekerjaan, kita bisa mengidentifikasi kompetensi-kompetensi fungsional, personal, dan bisnis yang dibutuhkan untuk kinerja yang lebih baik. Sekali kita dapat mengidentifikasi, maka kompetensi-kompetensi tersebut dapat digunakan untuk menyeleksi atau pengembangan pegawai. Seperti halnya interviu berbasis kinerja yang dapat mengidentifikasi kandidat pegawai yang berkualifikasi, pelatihan berbasis kompetensi juga dapat memberikan keyakinan bahwa pengembangan pegawai yang telah dilakukan dapat secara langsung meningkatkan kinerja pegawai.
Sistem Pelatihan berbasis kompetensi merupakan suatu pendekatan pelatihan yang diarahkan kepada hasil yang spesifik dan terukur bagi pembelajar yang dilandasi oleh deskripsi spesifik tentang performa kerja sesungguhnya. Sistem pelatihan tersebut tidak hanya mengajarkan sesuatu tentang materi-materi pelatihan yang terkait dengan kinerja suatu pekerjaan, akan tetapi juga bagaimana mengidentifikasi level kompetensi yang dibutuhkan untuk level kinerja yang berbeda dalam suatu fungsi tertentu. Sebagai contoh, system pelatihan berbasis kinerja untuk bank yang besar harus dapat membedakan kompetensi-kompetensi yang diperlukan untuk teller dan manajer kredit.
Dengan melihat kompetensi yang diperlukan untuk level jabatan yang berbeda kita dapat memberikan pilihan kepada para pegawai untuk menentukan tujuan pengembangan profesi yang mereka inginkan. Sebagai contoh, seorang teller yang tujuan karirnya ingin menjadi manajer cabang akan berusaha mengembangkan kompetensinya yang dibutuhkan untuk jabatan tersebut.
Yang lebih penting lagi, pelatihan berbasis kompetensi akan lebih memberikan banyak praktik dari pada teori, sehingga para peserta diklat akan menjadi terampil dan mahir menguasai bidang yang dipilihnya (Witoyo, 2008) dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan di mana mereka bekerja dan juga sesuai dengan tuntutan standard yang berlaku untuk jabatan yang ditempatinya.

b.      Kenapa Kita Butuh Pelatihan Berbasis Kompetensi?
Maliki (2013) menyatakan bahwa kebutuhan akan pelatihan berbasis kompetensi bagi pegawai dikarenakan alasan-alasan sebagai berikut:
1.      Kebutuhan atau tuntutan bisnis, misalnya untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, meningkatkan kualitas produk, memperluas pemasaran, dan sebagainya.
2.      Untuk meningkatkan atau mengubah kinerja pegawai, seperti meningkatkan pemahaman pegawai akan proses bisnis yang ada di perusahaan/organisasi.
3.      Untuk memperoleh pengetahuan atau keterampilan (skill) yang baru.
4.      Menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di lingkungan bisnis.

c.       Manfaat Pelatihan Berbasis Kompetensi
Pelatihan Berbasis Kompetensi sangat bermanfaat tidak hanya bagi organisasi, tetapi juga bagi pegawai itu sendiri. Bagi organisasi pelatihan berbasis kompetensi memberikan keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
1.      mengembangkan pegawai lebih efisien dan, efektif, serta dapat meningkatkan produktivitas.
2.      memperoleh tingkat kompetensi pegawai yang lebih tinggi dengan cara yang lebih efisien.
3.      mengurangi biaya operasi yang tidak semestinya yang diakibatkan kinerja buruk atau komunikasi yang salah dalam suatu pekerjaan.
4.      meningkatkan komunikasi antara pegawai dan manajemen.
5.      meningkatkan mobilitas pegawai dan membuat organisasi dapat memperbesar dan memfleksibelkan kegiatannya.
6.      menetapkan standard kerja untuk menilai kinerja pegawai.
7.      merencanakan pengembangan dan promosi pegawai dengan baik, dan sebagainya.
Di sisi lain bagi pegawai pelatihan berbasis kinerja akan memberi manfaat sebagai berikut:
1.      dapat membuat keputusan yang lebih baik dan bekerja lebih efektif.
2.      memperoleh gambaran menyeluruh tentang strategi tim, departemen atau organisasi, dan oleh karenanya akan meningkatkan motivasi pegawai.
3.      dapat menjadi lebih proaktif dalam menjalankan perannya dengan mempelajari kompetensi tambahan yang memberi nilai tambah bagi dirinya dan organisasi.
4.      memperoleh arahan yang jelas bagaimana mempelajari suatu keahlian untuk pekerjaan baru.
5.      meningkatkan kepuasan pegawai, dan sebagainya.

2.2 MENGEMBANGKAN PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI
Untuk mengembangkan pelatihan berbasis kompetensi kita perlu melakukan analisis keahlian-keahlian (skills) yang dibutuhkan oleh suatu jabatan. Untuk ini kita harus melihat setiap uraian tugas di dalam organisasi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
1.      Pengetahuan dan keahlian apa yang dibutuhkan untuk melaksanakan jabatan tersebut?
2.      Level kompetensi apa yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas pada jabatan tersebut?
Sekali kompetensi-kompetensi yang diperlukan telah dapat didefinisikan dengan baik, maka pelatihan dapat diorganisir guna memenuhi kinerja disegala level jabatan, dari level yang baru masuk (level terendah) hingga level manajemen yang lebih tinggi. Berikut tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dalam merancang pengembangan pelatihan berbasis kompetensi.

a. Menilai kompetensi pegawai
Sekali organisasi telah berhasil mendifinisikan kompetensi yang diperlukan untuk suatu pekerjaan atau jabatan tertentu, sangat mungkin bagi pegawai itu sendiri dan pihak lain yang terkait untuk menilai apakah kompetensi pegawai telah sesuai dengan kebutuhan organisasi, baik kebutuhan masa kini maupun masa yang akan datang. Penilaian kompetensi pegawai ini dapat dilakukan dengan cara-cara berikut:
1)      Penilaian sendiri (Self-assessment)
Dengan metode penilaian sendiri, dibutuhkan adanya indikator-indikator prilaku yang dapat digunakan sebagai standar untuk menilai performance tingkat kompetensi atau penguasaan untuk jabatan atau fungsi tertentu. Di sini penilaian performance menggunakan tingkat sekala yang umum seperti skala lima level atau sekala mulai dari tidak pernah hingga selalu. Hasil penilaian tersebut akan dikompilasi dan dibuatkan laporannya, di mana laporan tersebut memuat hasil-hasil penilaian semua kompetensi, menjelaskan kekuatan-kekuatan yang dimiliki pegawai dan juga kompetensi-kompetensi pegawai yang kiranya memerlukan peningkatan. Informasi yang ada dalam laporan ini selanjutnya akan digunakan untuk pertimbangan pengembangan rencana pelatihan pegawai.
2)      Penilaian berbagai sumber / 360 derajat
Cara multi-source atau umpan balik 360 derajat hampir mirip dengan self-assessment process kecuali jumlah penilai (evaluator), di mana metode ini memerlukan lebih dari satu penilai. Cara ini paling tidak memasukkan unsur penilaian pegawai sejawat dan atasan mereka, dan dapat juga dimasukkan penilaian dari pihak-pihak kepada siapa pegawai berinteraksi (anggota tim, klien, dan sebagainya).
3)      Penilaian melalui metode lainnya
Penilaian kompetensi dapat dilakukan melalui berbagai metode, termasuk metode-metode yang biasanya digunakan pada proses seleksi seperti: interviu prilaku berbasis kompetensi (competency-based behavioural interviews), in-baskets, role-plays and simulations, track record / portfolio reviews,dan sebagainya. Selain itu, penilaian formal sering dimasukkan sebagai komponen program pengembangan pegawai yang bertujuan menilai keahlian atau kompetensi dasar yang dimiliki pegawai yang akan mengikuti program diklat, progres selama mengikuti diklat atau tingkat kesuksesan mereka diakhir program diklat.

b. Perencanaan pelatihan untuk individu pegawai
Organisasi perlu mendukung para pegawainya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka dengan cara menyediakan sumber-sumber pembelajaran seperti: katalog-katalog untuk belajar yang disusun berdasarkan kompetensi. Selain itu juga disediakan berbagai pilihan jenis pembelajaran seperti: on-the-job assignments / activities, books and written reference material, courses / workshops / conferences, videos / DVDs; e-learning; dan sebagainya. Manakala hal tersebut belum memadai, maka dapat dilakukan dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan.
Dalam membuat perencanaan pelatihan, pertama yang harus dilakukan organisasi adalah memahami terlebih dahulu kekuatan-keuatan dan kelemahan pegawai serta area-area apa yang akan dikembangkan organisasi. Dengan dipahaminya kondisi pegawai dan kebutuhan akan kompetensi yang dibutuhkan sebagai konsekuensi pengembangan area-area di dalam organisasi, maka akan memudahkan organisasi untuk membuat perencanaan pelatihan pegawai sesuai dengan kebutuhan organisasi. Oleh karena itu organisasi perlu membuat laporan keseluruhan tentang gap kompetensi.
Dalam laporan tersebut, gap kompetensi yang disyaratkan bagi individu-individu akan digabungkan, sehingga akan diketahui gap secara keseluruhan (gap organisasi). Selanjutnya, atas dasar laporan tersebut diambil suatu keputusan untuk menutup gap organisasi, tentunya dengan memperhatikan juga efisiensi dan efektifitas biaya yang dikeluarkan, misalnya mungkin lebih baik mengadakan in-house training dari pada training atau konferensi yang diselenggarakan pihak ke tiga, bila pegawai yang dikirim cukup banyak. Dengan demikian biaya yang akan dikeluarkan dapat lebih sedikit, akan tetapi hasilnya bisa maksimal.
Langkah selanjutnya adalah merancang kurikulum dan program-program pengembangan untuk memenuhi persyaratan kompetensi tersebut. Sebagai tambahan, kurikulum dapat dikembangkan dalam bentuk modul-modul berdasarkan kompetensi, sehingga membuat organisasi dengan cepat mengatur program belajar yang akan dirancang secara khusus untuk menutup gap-gap organisasi
.
c. Melaksanakan pengembangan berbasis kompetensi
Organisasi umumnya melaksanakan program-program pengembangan pegawai berbasis kompetensi secara komprehensif pada area-area yang sangat yang memerlukan perbaikan. Namun demikian cara pelaksanaan program pengembangan bisa berbeda-beda melalui kegiatan atau aktivitas yang dapat pengembangan keahlian dan kompetensi pegawai. Kegiatan atau aktivitas tersebut antara lain adalah:
·         membuat kegiatan-kegiatan belajar di dalam kelas secara formal (off the job training);
·         memberi tugas-tugas pekerjaan yang di-coaching oleh atasannya atau seniornya (on the job training); atau
·         belajar sendiri dari sumber-sumber pembelajaran yang tersedia di organisasi.
Agar program tersebut sukses, maka perlu adanya mekanisme penilaian secara formal untuk mengevaluasi progres pengembangan pegawai. Selain itu perlu juga dilakukan kegiatan akreditasi atau sertifikasi pegawai yang menyatakan sejauh mana mereka telah memiliki kompetensi dan pengetahuan yang diperlukan organisasi. Selanjutnya, bila standar-standar kinerja tertentu telah dicapai oleh pegawai yang bersangkutan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi, maka pegawai tersebut akan dipromosikan ke jabatan tersebut.

d. Evaluasi pelatihan
Setelah pelatihan dilaksanakan, maka untuk menilai efektifitasnya perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi bisa dilakukan pada saat diklat atau evaluasi paska diklat (setelah peserta diklat bertugas pada level jabatan yang telah ditentukan). Evaluasi pelatihan dilakukan dengan membandingkan hasil-hasil sesudah pelatihan dengan kriteria yang diharapkan oleh manajemen. Dalam hal pelatihan yang bersifat pengembangan, diperlukan evaluasi tentang perubahan sikap dan perilaku peserta di bidang pekerjaan yang nantinya bisa di uji melalui wawancara atau unjuk kinerja. Dengan cara seperti ini, organisasi dapat menentukan apakah usaha yang telah dilakukan untuk pengembangan pegawai hasilnya telah sesuai dengan yang diharapkan (perubahan-perubahan yang telah dilakukan dapat memenuhi gap kinerja perusahaan).
Akhirnya, pelatihan berbasis kompetensi yang sukses paling tidak akan menghasilkan hal-hal berikut:
·         meningkatkan produksi;
·         mengurangi kesalahan dan kecelakaan;
·         mengurangi perputaran pekerja;
·         menurunkan pengawasan;
·         mempunyai kemampuan menggunakan kapabilitas baru; dan
·         terjadi perubahan sikap dan perilaku menjadi lebih baik.
Bila hasil yang telah diharapkan dapat dicapai melalui pelatihan ini, maka organisasi dapat menggunakan kompetensi-kompetensi yang telah diidentifikasi tersebut sebagai standar atau kriteria untuk menentukan program pengembangan pegawai selanjutnya.












BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Sistem Pelatihan berbasis kompetensi merupakan suatu pendekatan pelatihan yang diarahkan kepada hasil yang spesifik dan terukur bagi peserta diklat. Sistem pelatihan ini mengajarkan tidak hanya tentang materi-materi pelatihan yang terkait dengan kinerja suatu pekerjaan, akan tetapi juga bagaimana mengidentifikasi tingkat kompetensi yang dibutuhkan untuk level jabatan tertentu. Yang lebih penting, pelatihan berbasis kompetensi akan lebih memberikan banyak praktik dari pada teori, sehingga para peserta diklat akan menjadi terampil dan mahir menguasai bidang yang dipilihnya.
Sistem Pelatihan Berbasis Kompetensi sangat bermanfaat tidak hanya bagi organisasi, tetapi juga bagi pegawai itu sendiri. Bagi organisasi system pelatihan ini dapat meningkatkan kinerja organisasi, sedangkan bagi pegawai dapat meningkatkan motivasi untuk berkarir lebih tinggi. Oleh karena itu model diklat seperti ini perlu diadopsi oleh organisasi manapun, terutama yang berorientasi bisnis. Untuk mengembangkan pelatihan berbasis kompetensi kita perlu melakukan analisis keahlian-keahlian (skills) yang dibutuhkan oleh suatu jabatan. Dengan demikian kita dapat menentukan pengetahuan dan keahlian serta level kompetensi yang harus diberikan kepada para peserta agar mereka dapat melaksanakan tugas-tugas sesuai jabatan yang mereka duduki.
Tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dalam merancang pengembangkan pelatihan berbasis kompetensi meliputi: 1). Perencanaan pelatihan untuk individu pegawai; 2). Menilai kompetensi pegawai; 3). Melaksanakan pelatihan berbasis kinerja; 4). Evaluasi dan validasi pelatihan.
Pelatihan berbasis kompetensi yang sukses paling tidak akan meningkatkan produksi, mengurangi kesalahan dan kecelakaan, mengurangi perputaran pekerja, menurunkan pengawasan, mempunyai kemampuan menggunakan kapabilitas baru, dan terjadi perubahan sikap dan perilaku menjadi lebih baik.






DAFTAR PUSTAKA

Maliki, M.A. (2013), Diklat Berbasis Kompetensi, http://www.slideshare.net/malikiesa/diklat-berbasis-kompetensi, didownload tanggal 2/12/2014.

Setiawan, Budi (2010), Teknik penyusunan Model Kompetensi, http://www.slideshare.net-/dash_cons/Teknik-penusunan-kompetensi?related=3, didownload tanggal 2/12/2014.

Siregar D (2008), Membangun Kompetensi, http://www.slideshare.net/malikiesa/diklat-berbasis-kompetensi, didownload tanggal 2/12/2014.

Witoyo, Bowo (2008), Proses Pelatihan Berbasis Kompetensi, http://www.slideshare.net-/bowo70/prose-pelatihan-berbasis-kompetensi, didownload tanggal 2/12/2014.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar